Saya mengenalnya pertama kali 5 tahun yang lalu. Saat itu bersama pekebun buah tin di Yogya, kami mendatangi rumahnya di Dusun Kebonkliwon, Kelurahan Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Bisa dikatakan, sosoknya yang memberi warna pada dusunnya menjadi seperti sekarang ini. Dikenal sebagai sentra bibit buah dan tanaman di seluruh Indonesia.
Ketika saya menghubunginya, Minggu (28/3/2021) yang pertama saya tanyakan bagaimana kabar pohon durian Musang King di rumahnya. Tentu saja ini bercanda. Saya bertanya tentang kondisinya dan keluarganya. Juga bertanya, kapan wawancaranya dengan Andi F Noya di acara Kick Andy akan tayang di Metro TV.
Terakhir saya jumpa darat dengan Muh Khoirul Saleh atau akrab dipanggil Irul ini tiga tahun lalu. Karena lekatnya dia dengan nama dusunnya, laki-laki yanglahir 5 Januari 1975 ini juga dikenal dengan nama Irul Kebonkliwon.
“Sudah habis. Kemarin juga ada yang duri hitam, koe ra rene,” jawabnya tertawa ketika saya tanya kabar durian Musang King di kebunnya. Setahun lalu, situasi pandemi membuat saya tidak berani kemana-mana. Tiga tahun lalu ia menunjukan pohon durian Musang King yang usianya baru tiga tahun di kebunnya sedang belajar berbuah. Durian khas Malaysia yang karena enaknya dihargai selangit itu, oleh petani-petani Kebonkliwon berhasil diperbanyak dengan mudah.
Saya hakul yakin, bibit-bibit durian yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia itu sebagian berasal dari kampung ini. Petani di Kebonkliwon sangat hebat dalam melakukan okulasi. Okulasi adalah peningkatan kualitas mutu tanaman dengan cara menempelkan kulit pohon dengan mata tunas ke pohon yang lain. Hasilnya, tanaman yang memiliki perpaduan sifat unggul serta cepat berbuah.
Soal kehebatan petani di Kebonkliwon dalam melakukan okulasi itu saya punya cerita. Sekitar lima tahun lalu, demam buah tin atau juga disebut buah ara, ‘kelas ningrat’ alias yang berharga mahal sedang banyak peminatnya. Petani di Kebonkliwon mengimpor batang atau ranting pohon tin yang panjangnya tak lebih dari 10 cm, dengan 3-5 mata tunas. Impornya pun dari negara-negara empat musim di Eropa, misalnya Spanyol.
Tentu saja harganya jutaan rupiah. Sampai di Kebonkliwon, mata tunas yang ada kemudian di tempel di pohon tin kelas ‘jelata’ yang harganya puluhan ribu rupiah. Dan ketika tunas tersebut tumbuh menjadi tanaman baru, maka akan mewarisi gen ‘kelas ningrat’. Harga jualnya juga menjadi berkali lipat dari yang jenis kelas rakyat jelata.
Saya ada guyonan, ibaratnya ada ranting tanaman langka yang patah lantas jatuh di depan orang-orang Kebonkliwon, tidak berapa lama tanaman itu akan menjadi banyak.
“Minimal di sini tiap orang sehari bisa melakukan 200-an okulasi, kalau yang sudah ahli bisa melakukan 500 okulasi setiap hari,” kata Irul waktu itu.
Sekarang, sentra penjualan bibit tanaman tidak lagi hanya di Kebonkliwon saja tapi meluas se-kecamatan Salaman, Magelang. Ini tidak lepas dari sentuhan Irul yang mengenalkan jualan online ke masyarakat Kebonkliwon.
Berawal tahun 2010
Tahun 2010 adalah titik balik kehidupan Irul dalam memulai bisnis tanaman. Waktu itu, Irul merasa hidupnya tidak tenang. Waktunya habis di jalan karena ikut multi level marketing (MLM). Ia pindah haluan dengan mencoba trading forex. Tapi hati suami dari Dewi Eliyana dan ayah Habibul Haq Kadvi, Nayla Bilqis maritza’adah dan Shaqila Almahira Padmasari justru selalu tegang. Hidupnya tidak tenang.
Ketika pulang ke kampung halamannya di Kebonkliwon ia melihat potensi jual beli bibit tanaman yang sudah ada sejak ia kecil. Saat itulah ia berpikir untuk membuka usaha yang memungkinkan ia bisa bertemu dengan anak istrinya setiap hari, sekaligus memberikan ketenangan batin.

Awalnya ia berjualan bibit secara konvensional. Kemudian seorang kawan di Semarang mengenalkannya jualan online melalui media sosial terutama Facebook, Twitter serta melalui blog. Irul membutuhkan waktu 6 bulan sampai kemudian ada yang membeli bibit tanamannya. “Saya ingat, itu bulan November 2010, ada 10 bibit buah yang terjual,” kata Irul.
Irul belajar terus bagaimana agar jualan lewat online bisa efektif. Saat itu, hanya dia di Kebonkliwon yang jualan memanfaatkan media sosial. Pesanan kian laris dari berbagai daerah. Namun, ia juga pernah ditipu oleh pembeli. Sebanyak 10 ribu bibit tanaman tidak dibayar oleh pembeli, yang dibayar ongkos transportasinya saja.
Bermaksud menyelesaikan masalah tersebut, Irul mendatangi rumah pembeli yang ada di luar kota. Namun, ia terkejut karena rumah pembeli bibit tanamannya memprihatinkan. Ia tidak jadi menagih, justru memberikan uang saku untuk anak orang yang menipunya itu.
Melihat potensi jualan online yang menggiurkan, Irul kemudian mengajak anak muda di kampungnya belajar jualan online. Ia melihat anak-anak muda cuma nongkrong di pos ronda. Awalnya sangat sulit. “Mereka lebih suka kerja harian di sawah, karena langsung dapat bayaran, sementara jualan lewat online belum tentu laku,” katanya.
Dengan sabar, Irul membimbing teman-temannya. Ia cuma meminta mereka memotret bibit tanaman. Lewat akun facebooknya, foto bibit buah itu ia tawarkan. Ternyata langsung laku. Mulai dari situ, anak-anak muda di tempat itu tertarik untuk jualan online. Sekarang masih banyak orang-orang di Kebonkliwon yang nongkrong sambil pegang hape. Namun, mereka bukan sedang main game, tapi sedang menawarkan jualannya.
“Sekarang malah sulit cari tenaga di sawah untuk menyiapkan bibit tanaman karena kebanyakan mereka milih jualan online,” kata Irul tertawa. Demam jualan online bibit tanaman itu bukan hanya terjadi di Kebonkliwon, sekarang menjalar ke seluruh Kecamatan Salaman yang terdiri 20 desa. Tiga tahun lalu, Irul mendata, di Kebonkliwon ada 100 orang yang berjualan secara mandiri. Jika digabung dengan dusun-dusun sekitarnya ada 200 penjual. Maka sekarang ia memastikan jumlah orang yang jualan bibit tanaman lewat online berkali lipat.
Para penjual tanaman itu, tidak perlu repot-repot datang ke tempat ekspedisi untuk mengantar tanaman. Justru berbagai jasa ekpedisi yang datang menjemput tanaman yang akan dikirim. Penjual tanaman berasal dari beragam usia. Saya melihat misalnya seorang ibu yang menenteng dua tanaman buah di kedua tangannya membawanya ke tempat packing sekaligus tempat ekspedisi mengambil tanaman.
“Sekarang bahkan ekspedisi datang dengan truk dan mengantar hanya ke satu daerah, misalnya ada truk yang langsung mengantar ke, Jambi, Jawa Barat, Medan, ke satu daerah saja, karena pesanan ke daerah itu memang banyak,” kata Irul. Salah satu kenaikan taraf hidup masyarakat di Kebonkliwon terlihat saat belum pandemi Covid 19. Irul dan teman-temannya banyak menggelar kegiatan yang berhubungan dengan tradisi. Biayanya didapatkan dari gorong royong penjual bibit tanaman di kampungnya.
Coba tanaman vanili dan tanaman padi di paralon
Awal-awal pandemi, Irul sempat membuat heboh karena ia menanam padi dengan metode yang hidroganik , yaitu perpaduan hidroponik dan tanpa bahan kimia, atau organik di atas kolam ikannya. Kolam itu sebenarnya untuk menampung air yang digunakan untuk menyiram berbagai jenis tanaman di sekitar rumahnya. Hasilnya cukup bagus, sehingga banyak mahasiswa yang datang ke rumahnya untuk belajar.
“Saya hanya ingin menunjukan, jangan sampai kita punya lahan itu kosong, tidak bisa dimanfaatkan,” kata Irul.
Saat ini, Irul tengah merintis program penanaman vanili, tanaman menjalar berbentuk polong, berisi biji harum yang dikeringkan sebagai pengharum makanan. Tanaman ini dijuluki juga dengan emas hijau karena harganya yang mahal. Irul berharap di desa-desa warga menanam tanaman ini di lahan kosong dekat rumahnya. Tanaman ini tidak membutuhkan lahan yang luas. Bisa ditanam di samping rumah, depan rumah, belakang rumah bahkan atap rumah.

Di rumahnya ia sedang membuat kebun percontohan. Bekerjasama dengan instansi pertanian di Magelang, ia tengah menanam 100 bibit. Rencananya dari 100 bibit tersebut akan menghasilkan bibit-bibit yang lebih banyak dan akan dibagikan ke masyarakat di Salaman.
Ia berharap tanaman itu bisa jadi tabungan warga. “Sekilo vanili basah harganya Rp 300 ribu, kalau kering sekilo bisa Rp 6 juta. Orang-orang bisa menanam di kebunnya yang kecil. Kalau panen bisa tidak langsung dijual, tapi disimpan, kalau butuh uang baru dijual,” kata Irul yang belajar vanili dari temannya di Temanggung. Ia ingin suatu hari, Salaman bisa jadi salah satu sentra vanili.
Negara kuat berawal dari desa
Saya bertanya kepada Irul, sebenarnya dengan segala kesuksesan yang sudah didapat, apa yang masih ia cari. Secara pribadi, Irul merasa sudah cukup dari bisnis bibit tanaman buah maupun tanaman langka yang banyak ia koleksi dari rumahnya. Namun ia melihat sesuatu yang lebih luas, nasib desa ke depan. Ia yakin kekuatan negara itu ada di desa. Jika desa kuat, negara pasti kuat. Jika masyarakat di desa punya pendapatan cukup, maka itu menjadi kekuatan ekonomi nasional. “Saat pandemi datang, desa bisa dikatakan tidak terpengaruh sama sekali karena kebanyakan hidup dari pertanian. Permintaan produk pertanian dan peternakan tidak turun,” katanya.
Karenanya ia punya cita-cita, lahan-lahan kosong di manapun sebaiknya ditanami. Kalau ada yang punya lahan kosong, tanah itu bisa dipasrahkan ke tetangga atau teman untuk diolah sehingga tetap memberikan pendapatan dan bermanfaat.
Ia sendiri sudah memulai dengan mengajak orang-orang yang punya lahan kosong dikerjasamakan dengan sharing profit. Irul dan teman-temanya yang sudah berpengalaman akan menggarap lahan tersebut sehingga bisa memberikan tambahan pendapat kepada pemilik lahan. Saat ini sudah ada beberapa desa yang melakukan kerjasama dengan Irul. Seperti yang ia kemukakan, ia berharap negara kuat karena desa yang siap dan kuat
Semarang, Idola 92.6 FM-Mengenal Muh Khoirul Soleh (45), sahabat petani dari Kebonkliwon Desa Kebonrejo Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang. Khoirul menekuni budidaya dan penjualan bibit tanaman sudah hampir satu decade. Kini dia mengusahakan dua hektar kebun bibit di enam lokasi berbeda. Sebanyak 5.000 meter persegi adalah kebun miliknya. Sisanya milik petani lain yang menjadi mitra.
Khoirul membudidayakan ratusan jenis bibit tanaman mulai tanaman buah-buahan hingga tanaman herbal seperti binahong, purwaceng, dan sambungnyowo. Tidak hanya bermitra dengan para petani, Khoirul juga memberi modal kerja untuk bertani terutama kepada warga yang menganggur atau memiliki pendapatan rendah.
Khoirul juga memberikan pelatihan formal di rumahnya hingga obrolan langsung ataupun melalui telpon. Kadang ia dipanggil ke beberapa daerah untuk memberikan pelatihan. Hasilnya tak sia-sia. Ia bisa menjual bibit tanaman dari 500-1.000 bibit tanaman per bulan. Selain itu, ia bisa menjual ranting dan biji tanaman ke pasar Malaysia.
Hampir satu dekade Muh Khoirul Soleh (45) menekuni budidaya dan penjualan bibit tanaman. Ia tidak ingin berkibar sendirian. Ia ajak warga di sekitar kampungnya untuk meniru jalannya.
Di kebun-kebun itulah, Khoirul membudidayakan ratusan jenis bibit tanaman mulai tanaman buah-buahan seperti srikaya, apel, dan klengkeng; tanaman hias; hingga tanaman herbal seperti binahong, sambungnyowo, dan purwaceng.
Sejauh ini, ia telah bermitra dengan para petani di Kecamatan Salaman. Selanjutnya, ia akan bermitra dengan dua hingga tiga petani di Kecamatan Tempuran. Dalam kemitraan itu, Khoirul memberi modal kerja untuk bertani terutama kepada warga yang menganggur atau memiliki pendapatan rendah.
Tidak berhenti di situ, ia juga mengajari teknik budidaya tanaman yang baik dan cara menjualnya secara daring untuk menghindari jerat tengkulak. Pengetahuan tidak hanya ia berikan kepada mitra, melainkan kepada siapapun yang berminat. Caranya lewat pelatihan formal di rumahnya hingga obrolan langsung maupun melalui telepon. Paling banyak petani belajar teknik okulasi, cangkok, hingga pembuatan pupuk.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO—Bibit padi jenis IR64 dan Merah Putih yang dikembangkan Muh Khoirul pada pipa paralon di atas kolam ikan. Kotoran ikan pada air yang dialirkan ke dalam pipa tersebut bermanfaat sebagai pupuk alami tanaman yang dibudidayakan. Sistem bercocok tanam tersebut bermanfaat membantu masyarakat dengan lahan terbatas tetap dapat mengolah tanaman budidaya. KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Kadang ia dipanggil ke beberapa daerah untuk memberikan pelatihan, termasuk melatih personel TNI dan pekerja di perkebunan durian di Pekanbaru. “Kadang saya mendapatkan honor besar dari ekspektasi, kadang saya jadi tenaga PPL (penyuluh pertanian lapangan) gratisan,” ujarnya sembari terkekeh.
Laki-laki kelahiran Magelang itu tidak peduli aktivitasnya membagi ilmu kepada mitra maupun petani lain akan menghasilkan pesaing bagi usahanya. “Dalam hidup, manusia itu harus bisa berguna untuk manusia lainnya,” katanya.
Ia justru senang jika petani yang ia bina bisa berkibar sebagai pengusaha mandiri. Oleh karena itu, dalam kemitraan yang ia bangun, ia membebaskan petani mitra untuk mengambil keputusan. “Jika nantinya mereka menemukan pasar dan mampu menjual produknya sendiri, saya mempersilakan mereka untuk mandiri, menjalankan usahanya sendiri tanpa bermitra lagi,” ujarnya.
Ia berharap, petani mitra yang telah mandiri itu bisa menjadi contoh dan diikuti petani lain. Harapannya ternyata tidak menemui ruang kosong, Mulai tetangga dan warga beda kampung terjun ke bisnis pembibitan tanaman dan menjualnya secara daring. Dulu di Kecamatan Salaman hanya ada 100-an warga yang menjual bibit secara konvensional. Kini, ada sekitar 1.500 warga yang berjualan bibit secara daring seperti yang dilakukan Khoirul.
Bangkit Sebelum menekuni bisnis budidaya bibit tanaman, Khoirul terlibat dalam bisnis multi level marketing (MLM) pada 2003-2008. Lantaran jenuh, ia meninggalkan MLM dan bekerja di sebuah perusahaan otomotif. Di perusahaan itu ia hanya tahan tiga bulan. Selanjutnya ia berbinis bambu dan bawang hingga 2010.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI—M Khoirul Soleh muoai mengembangkan pertanian padi dengan sistem hidroganik.
Ia juga merintis budidaya sengon. Namun, erupsi besar Gunung Merapi pada 2010 menghancurkan 100.000 bibit sengon yang ia tanam. Ia mengalami rugi cukup besar.
Di tengah kondisi sulit, ia terinspirasi kisah sukses seseorang yang tidak lulus kuliah namun mampu menjalankan usaha otomotif dan properti. Khoirul kembali bersemangat menjalankan usaha.
Karena tidak ada modal dan pengetahuan budidaya bibit tanaman, ia memulai langkah dengan menjadi pedagang bibit. Ia membeli bibit kepada petani dan menjualnya secara daring. Saat itu, sebagian besar petani menjual bibit tanaman kepada tengkulak. “Modal saya hanya telepon seluler. Saya melihat-lihat tanaman yang menarik untuk dijual, memotretnya, dan menawarkannya untuk dijual,” ujarnya.
Delapan bukan kemudian, cara berjualan bibit tanaman secara daring yang dilakukan Khoirul mulai menarik pembeli dari jauh. Ia berhasil menjual 10 bibit tanaman ke Medan, Sumatera Utara. Penjualan pertama itu membuka jalan untuk penjualan-penjualan berikutnya.
Ia semakin rajin memborong bibit tanaman yang dibudidayakan warga untuk dijual kembali. Ia dikenal selalu membeli bibit sesuai harga yang diminta petani dan menjualnya sesuai harga di pasaran di tempat domisili pembeli. Dengan cara itu, hubungan dengan petani dan pembeli menjadi baik.
Seiring banyaknya permintaan bibit, muncul pula pertanyaan dari konsumen seputar cara perawatan tanaman. Khoirul yang saat itu belum mengerti budidaya bibit, tak bisa menjawab. “Kepada pembeli, saya mengaku hanya tenaga marketing penjualan tanaman. Namun, agar pembeli tidak kecewa, saya selalu berusaha mencari jawaban dengan cara bertanya kepada pakar, petani yang ahli, internet, dan komunitas,” ujarnya.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO—Muh Khoirul Soleh (46) mengambil tanaman padi yang dibudidayakan dengan sistem hidroganik di Dusun Kebonkliwon, Desa Kebonrejo, Salaman, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (10/6/2020). Padi jenis IR64 dan Merah Putih yang saat ini berumur 1 bulan 10 hari tersebut ditanam pada pipa paralon di atas kolam ikan. KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Dari proses mencari jawaban itu, Khoirul sekaligus belajar membudidayakan bibit aneka tanaman hingga mahir seperti sekarang. Ia juga mengembangkan teknik promosi tidak hanya lewat media sosial, tapi situs. Dari situ, ia bisa menggenjot penjualan hingga 500-1.000 bibit tanaman per bulam. Selain itu, ia bisa menjual ranting dan biji tanaman ke pasar Malaysia.
Setelah tiga tahun menjadi pedagang, Khoirul memutuskan mengembangkan budidaya tanaman sendiri. Awalnya, ia memanfaatkan halaman rumah, kemudian membangun kemitraan dengan petani lain. Hingga kini, ia masih terus membuat terobosan. Ia, misalnya, mulai mengembangkan budidaya padi di pipa pralon dengan sistem hidroganik. Ia juga mengembangkan bibir tanaman langka yang jarang dijual oleh petani lain.
Kesuksesan Khoirul menarik minat banyak teman dan tetangganya untuk mencoba menekui usaha sendiri. “Ketika ada teman bekerja di sektor formal mengeluh kesulitan ekonomi lantaran gaji yang tidak mencukupi, saya selalu bilang bahwa solusi dari masalah mereka adalah keluar kerja dan merintis usaha sendiri,” ujarnya.
Mengacu pada pengalamannya sendiri, ia menyarankan teman-temannya untuk menempuh pemasaran secara daring. Beberapa di antara mereka telah sukses dengan usaha masing-masing.
Perkembangan teknologi mengubah pandangan orang tentang desa. Sekarang orang mulai ingin tinggal di desa, karena dengan tinggal di desa masih tetap terus berkarya. Desa juga menawarkan kehidupan yang lebih sehat dengan air, udara dan lingkungan yang masih terjaga. Saat ini, desa menawarkan banyak kesempatan bagi siapa saja dan hal ini mungkin tidak ditemui pada masa lalu. Dengan kesempatan yang ada banyak orang yang terus berkarya bagi desa dan warganya. Mereka mampu mengubah wajah desa menjadi lebih baik dan membawa kesejahteraan bersama.
Pada tahun 2010, Muh Khoirul Soleh yang akrab dipanggil Irul merintis usaha penjualan bibit buah secara online. Warga Kebonkliwon, Salaman, Magelang, Jawa Tengah ini melihat potensi di desanya yang dikenal sebagai penghasil bibit buah. Usaha bibit buah di Kebonkliwon ada sejak tahun 80-an, namun saat itu tergantung pada tengkulak, sehingga tidak berkembang. Awal memulai usaha penjualan bibit buah secara online tidak mudah, namun lambat laun Irul mendapat pelanggan. Setelah usahanya berhasil ia mengajak warga berjualan bibit buah secara online, namun hanya 2-3 orang yang tertarik. Setelah warga yang mengikuti jejak Irul berhasil, warga berbondong-bondong berjualan bibit buah secara online. Kini hampir semua warga Kebonkliwon berjualan bibit buah secara online dan diikuti warga desa di Kecamatan Salaman. Dengan berjualan secara online, permintaan buah datang dari seluruh Indonesia. Setiap bulan, puluhan ribu bibit buah terjual dan memberi kesejahteraan pada warga. Kini Irul sedang membangun pusat pelatihan pertanian, perikanan dan peternakan.
LAHAN 1,2 hektare itu semula hanya berupa pepohonan bambu di tengah kampung Krandan, Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah (Jateng). Kini disulap jadi tempat wisata edukasi dengan target akhir tahun ini rampung dikerjakan. Semua itu kuncinya tak lepas dari kolaborasi dan jejaring para seniman dan tokoh lokal dari lereng Gunung Merapi.
Berawal ketika seniman Ismanto ikut menyurvei lokasi dan mengusulkan ide “Sekolah Bambu“. Begitu juga seniman lainnya Sujono Keron turut menyumbang ide karya 100 sosok wayang dari galvalum untuk instalasi gapura setinggi 4,5 sentimeter dan panjang sembilan meter.
Tokoh lainnya Muh Khoirul Soleh alias Irul, bersama sejumlah kawan, seperti Agus Daryanto dan Risna Yuniarwan, menggandeng Kelompok Usaha Bersama (KUB) Dadi Berkah di Dusun Krandan, Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman. Mereka teringat jejaring usaha dengan kawan di Klaten yang menggeluti pengolahan bambu untuk mewujudkan Sekolah Bambu dalam format wisata edukasi.
Irul, alumnus Program Studi Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Magelang, selama ini juga mengelola usaha mandiri berupa pembibitan aneka tanaman, terutama buah-buahan, dengan pasaran merambah berbagai daerah di Indonesia. Umumnya, warga setempat memiliki usaha pembibitan tanaman buah di lahan dan pekarangan.
Di dekat rumahnya di Kampung Kebonkliwon, Desa Kebonrejo, dia dan kawan-kawannya selama empat bulan terakhir juga bergelut dengan produksi panel bambu wulung untuk ekspor, antara lain ke Australia dan beberapa negara di Eropa.
Pengiriman produknya dalam format jejaring dengan pelaku usaha di Bantul, Yogyakarta. Seminggu bisa satu atau dua kali pengiriman. Sekali pengiriman 300-an produk panel dengan nilai Rp11 juta-Rp13 juta. Setiap panel berukuran 90×180 sentimeter. Usaha panel bambu menyerap 25 tenaga kerja, terutama warga setempat.
Kawan-kawan jejaringnya selama ini juga meminta dukungan survei lokasi di Magelang untuk mengembangkan investasi. Salah satunya, seorang kepala desa di Bandongan, Kabupaten Magelang memanfaatkan tanah desa 9.000 meter persegi untuk usaha ekonomi warga, berupa agrowisata desa dengan latar belakang Gunung Tidar Kota Magelang.
“Di sana rencananya tanam cokelat, durian, dan alpukat, kami tawarkan dari proses hulu hingga hilir, warga antusias,” kata dia, dikutip dari Antara, Kamis (10/8).
Kendel karo telaten Sejumlah tukang mengerjakan salah satu calon wahana wisata edukasi di Dusun Krandan, Desa Kebonrejo, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah untuk prospek usaha ekonomi warga pascapandemi COVID-19, Selasa (6/10/2020). (ANTARA/Hari Atmoko)
Bagi Irul, kewirausahaan dijalani tidak mulus-mulus saja. Dia pernah gagal dalam sejumlah usaha, seperti peternakan kelinci dan ayam. Ia juga merasa tidak betah menjadi pegawai kantoran setelah mengalaminya sebagai staf di bengkel kendaraan bermotor berjejaring nasional.
Pandemi COVID-19 diakui menjadikan perlambatan usahanya, terutama karena distribusi mengalami penurunan. Ia tidak patah semangat. Asam-garam menghidupi usaha mandiri sering dihadapi Irul sehingga tetap eksis, bahkan di tengah pandemi.
“Optimisme itu harus, tanpa itu tidak jalan. Justru karena pandemi kami menyiapkan diri berlari kencang setelah pandemi berakhir,” ujar Agus yang bersama Irul siang itu berada di calon lokasi wisata edukasi.
Agus menambahkan sejumlah sosok pelaku usaha jejaringnya bersama Irul di sejumlah kota di Indonesia yang sama-sama tangguh, bisa dipercaya, saling terhubung, dan selalu berbagi informasi di tengah pandemi. “Seakan-akan nekat, tetapi juga berhitung, apalagi sekarang pandemi,” ujar seniman batik itu.
Ketangguhan tim Irul diakui seniman Ismanto dengan ungkapan berbahasa Jawa, Kendel, sak jane karo yo kendel spekulasi. Tur yo telaten (Berani, harus berani berspekulasi, tetapi juga harus teliti).
Mereka pun menyiapkan konsep pengelolaan usaha, konsultan, kerja sama pengelolaan tahun jamak, sebatas survei lokasi, maupun sekadar berbagi ide dan informasi. Persaingan dengan usaha serupa apalagi posisinya dekat Candi Borobudur juga tak luput dari hitung-hitungan mereka.
Lokasi wisata edukasi di Krandan itu akan dilengkapi sejumlah wahana, seperti areal parkir, internet, kolam renang, resto, tempat bermain, panggung pertunjukan di pinggir Kali Tangsi, home stay, dan pengolahan ipal.
Kesibukan Irul dan kawan-kawan serta jejaringnya di tengah pandemi, terkesan tidak membikin repot pemerintah menggulirkan program-programnya. Mereka seakan berjalan mandiri dengan ketangguhan, optimisme, dan menjelimet berpikir serta berhitung, menyongsong kehidupan ekonomi moncer pascapandemi.
Barangkali, pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD Tahun 2020, menjelang puncak HUT Ke-75 RI yang jatuh 17 Agustus lalu, tentang “membajak momentum” mendapatkan seberkas wujud dari orang-orang tangguh, seperti Irul, kawan-kawan, dan jejaring usahanya.
Ketika itu, Presiden menegaskan pandemi sekarang ini menjadi waktu tepat untuk membajak momentum krisis agar bisa melakukan berbagai lompatan besar, termasuk dalam usaha ekonomi dan investasi. “Saatnya kita bajak momentum krisis untuk melakukan lompatan-lompatan besar,” ujar Jokowi kala itu.
Hasil sibuk kerja mandiri mereka saat ini memang belum nampak. Posisi mereka sekarang, sedang sibuk menyiapkan bangunan fisik dan infrastruktur. Dalam sebutan seniman Agus, mereka kini sedang mengepakan sayap membangun “jalan tol”.
Kepakan sayap sosok-sosok tangguh menghadapi berbagai situasi sebagaimana yang digagas Irul, kawan-kawan, dan jejaring usaha ekonominya dalam membajak momentum krisis layak menjadi inspirasi. Mereka menghidupi optimisme bahwa pandemi akan berakhir, dunia belum kiamat, dan langit akan kembali padang, dan perekonomian lebih maju.
Tetapi sayap-sayap itu mesti mulai dikepakkan justru saat pandemi masih mendera. Ketika bumi kehidupan terbebas krisis, mereka bukan lagi siap terbang, tetapi melesat ke angkasa. Tak ada capaian tanpa langkah
Petani bibit tanaman, Mukhlasin memeriksa tanaman padi hidroganik di Dusun Kebonkliwon, Salaman, Magelang, Jawa Tengah, Senin (22/6). Ide menanam padi cara ini dilakukan oleh petani bibit tanaman buah dan hias, Muh Khoirul Soleh . Sistemnya dengan menggunakan hidroganik. Hidroganik ini campuran antara hidroponik dan organik. Tanaman padi ditanam di dalam cup plastik kompos dan sekam bakar, diletakkan di pipa-pipa peralon yang teraliri air dan nutrisi dari sumber air kolam ikan.
Petani bibit tanaman, Mukhlasin memeriksa tanaman padi hidroganik di Dusun Kebonkliwon, Salaman, Magelang, Jawa Tengah, Senin (22/6). Ide menanam padi cara ini dilakukan oleh petani bibit tanaman buah dan hias, Muh Khoirul Soleh . Sistemnya dengan menggunakan hidroganik. Hidroganik ini campuran antara hidroponik dan organik. Tanaman padi ditanam di dalam cup plastik kompos dan sekam bakar, diletakkan di pipa-pipa peralon yang teraliri air dan nutrisi dari sumber air kolam ikan.
Petani bibit tanaman, Mukhlasin memeriksa tanaman padi hidroganik di Dusun Kebonkliwon, Salaman, Magelang, Jawa Tengah, Senin (22/6). Ide menanam padi cara ini dilakukan oleh petani bibit tanaman buah dan hias, Muh Khoirul Soleh . Sistemnya dengan menggunakan hidroganik. Hidroganik ini campuran antara hidroponik dan organik. Tanaman padi ditanam di dalam cup plastik kompos dan sekam bakar, diletakkan di pipa-pipa peralon yang teraliri air dan nutrisi dari sumber air kolam ikan.
Petani bibit tanaman, Mukhlasin memeriksa tanaman padi hidroganik di Dusun Kebonkliwon, Salaman, Magelang, Jawa Tengah, Senin (22/6). Ide menanam padi cara ini dilakukan oleh petani bibit tanaman buah dan hias, Muh Khoirul Soleh . Sistemnya dengan menggunakan hidroganik. Hidroganik ini campuran antara hidroponik dan organik. Tanaman padi ditanam di dalam cup plastik kompos dan sekam bakar, diletakkan di pipa-pipa peralon yang teraliri air dan nutrisi dari sumber air kolam ikan.
Petani bibit tanaman, Mukhlasin memeriksa tanaman padi hidroganik di Dusun Kebonkliwon, Salaman, Magelang, Jawa Tengah, Senin (22/6). Ide menanam padi cara ini dilakukan oleh petani bibit tanaman buah dan hias, Muh Khoirul Soleh . Sistemnya dengan menggunakan hidroganik. Hidroganik ini campuran antara hidroponik dan organik. Tanaman padi ditanam di dalam cup plastik kompos dan sekam bakar, diletakkan di pipa-pipa peralon yang teraliri air dan nutrisi dari sumber air kolam ikan.
Petani bibit tanaman, Mukhlasin memeriksa tanaman padi hidroganik di Dusun Kebonkliwon, Salaman, Magelang, Jawa Tengah, Senin (22/6). Ide menanam padi cara ini dilakukan oleh petani bibit tanaman buah dan hias, Muh Khoirul Soleh . Sistemnya dengan menggunakan hidroganik. Hidroganik ini campuran antara hidroponik dan organik. Tanaman padi ditanam di dalam cup plastik kompos dan sekam bakar, diletakkan di pipa-pipa peralon yang teraliri air dan nutrisi dari sumber air kolam ikan.
Tanaman padi hidroganik di Dusun Kebonkliwon, Salaman, Magelang, Jawa Tengah, Senin (22/6). Ide menanam padi cara ini dilakukan oleh petani bibit tanaman buah dan hias, Muh Khoirul Soleh . Sistemnya dengan menggunakan hidroganik. Hidroganik ini campuran antara hidroponik dan organik. Tanaman padi ditanam di dalam cup plastik kompos dan sekam bakar, diletakkan di pipa-pipa peralon yang teraliri air dan nutrisi dari sumber air kolam ikan.
Tanaman padi hidroganik di Dusun Kebonkliwon, Salaman, Magelang, Jawa Tengah, Senin (22/6). Ide menanam padi cara ini dilakukan oleh petani bibit tanaman buah dan hias, Muh Khoirul Soleh . Sistemnya dengan menggunakan hidroganik. Hidroganik ini campuran antara hidroponik dan organik. Tanaman padi ditanam di dalam cup plastik kompos dan sekam bakar, diletakkan di pipa-pipa peralon yang teraliri air dan nutrisi dari sumber air kolam ikan.
Petani bibit tanaman, Mukhlasin memeriksa tanaman padi hidroganik di Dusun Kebonkliwon, Salaman, Magelang, Jawa Tengah, Senin (22/6). Ide menanam padi cara ini dilakukan oleh petani bibit tanaman buah dan hias, Muh Khoirul Soleh . Sistemnya dengan menggunakan hidroganik. Hidroganik ini campuran antara hidroponik dan organik. Tanaman padi ditanam di dalam cup plastik kompos dan sekam bakar, diletakkan di pipa-pipa peralon yang teraliri air dan nutrisi dari sumber air kolam ikan. Rep: Wihdan Hidayat Red: Mohamad Amin Madani
Ide menanam padi cara ini dilakukan oleh petani bibit tanaman buah dan hias, Muh Khoirul Soleh . Sistemnya dengan menggunakan hidroganik. Hidroganik ini campuran antara hidroponik dan organik. Tanaman padi ditanam di dalam cup plastik kompos dan sekam bakar, diletakkan di pipa-pipa peralon yang teraliri air dan nutrisi dari sumber air kolam ikan.
“Ini baru dua bulan. Dan ini baru pertama kali jadi belum tahu hasilnya berapa dan kualitasnya seperti apa. Kalau dilihat di YouTube hasilnya bagus,” ucapnya. ( foto/ist)
Magelang – Wabah Covid-19 memaksa semua orang untuk lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Selain membosankan, tentu saja imbauan di rumah saja berdampak terhadap kondisi ekonomi menuju keterpurukan.
Rasa bosan di masa pandemi justru menumbuhkan ide kreatif dan inovatif bagi pria yang akrab disapa Mas Irul tersebut.
Lebih dari dua bulan berdiam diri di rumah, Irul, sapaan akrabnya, mulai menggagas ide bertanam padi dengan sistem hidroganik. Yakni menanam padi di media paralon. Menariknya, paralon itu ia taruh berjajar di atas kolam ikan nila merah miliknya.
Ia menceritakan, dunia pertanian sudah lama digelutinya. Apalagi orang tuanya memiliki usaha jual-beli bibit tanaman buah. Meski otodidak, keahliannya di bidang pertanian membawanya sukses menjadi mentor di sejumlah daerah di Indonesia.
“Biasanya saya mengisi workshop, pelatihan sekaligus pembinaan pertanian sampai di Sumatera, Kalimantan dan daerah lainnya. Tapi sejak pandemi, saya di rumah saja,” ujar Irul
Akhirnya, daya kreatifnya menciptakan inovasi tanam padi sistem hidroganik. Kolam ikan nila yang biasanya sebagai sumber air untuk pengairan bibit tanaman buah, ia manfaatkan untuk bertani padi.
“Awalnya hanya kubangan air buat menyiram bibit. Terus, saya beri ikan, jadi budidaya ikan nila merah. Nah, sekarang di atasnya saya bikin tanam padi,” papar pria kelahiran Magelang, 5 Januari 1975.
Sistem hidroganik tersebut, menurutnya, tidak banyak memakan lahan dan biaya yang mahal. Apalagi, kotoran ikan nila secara otomatis menjadi pupuk organik yang terserap akar padi.
“Jadi, padi itu saya tanam di paralon memanjang. Untuk mengairi saya memakai pompa air akuarium berkapasitas 90 Watt. Air yang tersedot saya alirkan ke pipa tanaman padi, sehingga kotoran ikan otomatis menjadi pupuk. Dan, airnya itu mengalir kembali ke kolam, tapi sudah bersih karena tersaring akar. Ya, sistemnya mirip akuarium,” ungkap Irul.
Saat ini, ia masih belum bisa memastikan berapa berat dan kualitas padi yang dihasilkan. Namun, ia melihat padi hidroganik yang ditanam di atas kolam seluas 19×5 meter tersebut tumbuh subur.
“Ini baru dua bulan. Dan ini baru pertama kali jadi belum tahu hasilnya berapa dan kualitasnya seperti apa. Kalau dilihat di YouTube hasilnya bagus,” ucapnya.
Irul berpesan kepada masyarakat untuk tetap berinovasi di tengah ancaman Covid-19.
“Jangan menyerah. Kalau kita bisa menghidupi tanaman, kita nantinya juga akan dihidupi oleh tanaman. Bagi yang mau mencoba hidroganik, tidak harus pakai paralon, bisa juga pakai bambu. Intinya kita harus kreatif,” terangnya.
Selain tanaman padi hidroganik, ia juga mengembangkan berbagai tanaman buah. Seperti buah tin, sawo raksasa asal Meksiko, anggur Brazil, sawo Australia, alkesa dan buah unik lainnya.
“Saya memanfaatkan pekarangan rumah menjadi lahan. Tidak sulit, bekerja yang enak dan nyaman saja,” tandasnya. (gon/red)
PETANI muda ini pernah tak tenang hidupnya karena ikut trading forex. Pernah mengalami kerugian besar saat 10.000 bibit tanaman tak dibayar oleh pemesannya. Kesuksesannya dimulai saat mulai mengakrabi dunia maya untuk menjual bibit tanaman.
Soal bibit tanaman buah, nama Muh Khoirul Soleh (41) atau akrab dipanggil Irul bukanlah nama yang asing di wilayah Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Ia dikenal juga sebagai kolektor bibit buah langka dan unggul. Sakin banyaknya ia sendiri sampai lupa jumlahnya.
Petani bibit buah-buahan yang tinggal di Dusun Kebonkliwon, Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman ini dikenal sebagai petani yang tak pelit berbagi ilmu. Ia mendorong petani-petani muda untuk akrab dengan teknologi informasi khususnya dalam hal pemasaran bibit buah-buahan.
“Tahun 2010, saya mulai menjual bibit buah-buahan secara online, awalnya tidak ada yang laku, tapi terus didorong oleh salah seorang teman dari Semarang saat itu,” kata Irul saat berbincang dengan KRjogja.com di sela acara syawalan Petani Buah Ting Jateng-DIY, Minggu (24/07/2016). Tak menunggu lama, ia yang semula berjualan dengan cara konvensional mulai memetik hasilnya. Pesanan bibit buah-buah mulai berdatangan apakah melalui facebook, twitter, dan blog yang ia buat.
Keputusannya fokus pada jual beli bibit tanaman khususnya buah sendiri diawali pemikiran sederhana. “Saya ingin tinggal di rumah, bisa melihat anak istri,” katanya. Awalnya ia ikut Multi Level Marketing Irul merasa hidupnya habis dijalan. Ia sendiri mengambil hikmah dari kegagalannya di MLM, mulai dari belajar marketing, mendidik mentalnya menjadi kuat, berani mangambil keputusan dan pantang menyerah. Ia kemudian beralih ke trading forex, namun aktivitas barunya itu membuat ia selalu tegang.
Setelah meninggalkan semua bisnisnya tersebut Irul memilih berjualan bibit. Kebonrejo sejak dirinya kecil memang dikenal sebagai penyedia bibit tanaman terutama buah-buahan. Petani bibit awalnya menanam bibit langsung ditanah. Baru setelah laku, bibit tersebut dipindah ke pot. Adanya polybag mengubah kebiasaan petani dengan langsung menanamnya disitu.
Diajari Pembeli
Irul menceritakan salah satu pembeli pertamanya setelah memasarkan melalui media online datang dari Medan. Ia belum punya pengalaman mengirim bibit ke luar kota apalagi luar pulau. Pelanggan itulah yang kemudian mengajari dia untuk menggunakan jasa kirim. “Tapi ternyata packing saya salah, saya belajar lagi bagaimana packing yang baik untuk keluar pulau. Banyaknya pesananan membuat saya kewalahan sehingga sekarang packing saya serahkan ke tetangga disini,” kata Irul ayah dari dua putra ini.
Pengalaman jual beli bibit secara online bukannya tanpa kendala. Ia pernah mengirimkan 10.000 bibit tanaman ke sebuah daerah, karena percaya, Irul saat itu langsung mengirimkan bibit pesanan. Nyatanya ia cuma dibayar ongkos transportasi.
“Saya ambil hikmahnya, saat saya datang ke rumah pembeli untuk menagih, justru saya iba, karena rumahnya masih gedhek, berlantai tanah. Saya tidak jadi menagih, malah saya sangoni anaknya. Tapi setelah kejadian itu saya dapat gantinya karena mendapat pesanan yang tidak kalah banyaknya,” kata ujar bapak dari dua putra ini.
Kemudahan yang diberikan dalam berbisnis secara online mendorong Irul untuk mengajak petani-petani bibit di wilayah Kebonrejo. Namun ajakan mengakrabi teknologi informasi itu ditanggapi dingin. Mereka lebih memilih cara konvensional menunggu pembeli datang. Ia kemudian mendekati anak-anak muda di kampungnya untuk menjual secara online. Ia jelaskan modalnya cuma handphone dan internet. Namun tanggapan tidak jauh berbeda juga didapatnya.
Pelan-pelan ajakannya tersebut ditanggapi anak muda di kampungnya setelah ditunjukan hasilnya. “Sekarang justru sulit untuk cari anak muda yang mau untuk membuat bibit di sawah, mereka rata-rata lebih suka memasarkan saja melalui online,” ujarnya tertawa. Bagaimana tidak menguntungkan, sekali posting di facebook misalnya, bila laku satu saja, jumlah keuntungannya 3 kali lebih besar dibanding upah sehari menjadi buruh tani.
Dengan brand Bibit Buah-buahan Unggul Irul saat ini setidaknya melibatkan 15 orang tenaga kerja, mulai dari petani, packing. Jumlah tersebut belum termasuk mitranya yang memasarkan bibit buah darinya yang ada di berbagai kota. Kepada petani-petani muda lain, ia juga mengajarkan etika dalam berbisnis di media online. Bagaimanapun berbisnis melalui media online adalah kepercayaan. Jangan sampai pelanggan merasa kecewa.
Irul mengatakan kebahagiaan terbesar dari menekuni pertanian khususnya bibit buah-buahan bukanlah materi yang ia dapat. Namun bagaimana semakin banyak anak muda yang tertarik di pertanian, meski itu dari sisi pemasarannya. Ia melihat di kampungnya anak muda tidak lagi nongkrong tanpa pekerjaan. Kalaupun mereka nongkrong karena sedang menjual bibit buah melalui handphonenya. Lebih dari itu ia seperti mendapatkan keluarga-keluarga baru.
Zainal Faiz (29) pemilik usaha Pembibitan Pangestu Tani mengakui, sosok Irul menjadi motivator bagi anak-anak muda di Kebonrejo dan Kebonkliwon khususnya. Ia melihat, Irul tidak lelah untuk mendorong anak-anak muda untuk belajar memasarkan produk pertanian melalui online.
“Saya sendiri awalnya adalah seorang guru honorer yang sudah bekerja 8 tahun atau sejak masih kuliah. Sekarang saya sudah bisa memproduksi ribuan bibit buah-buahan. Kesuksesan mas Irul mendorong anak muda untuk terjun di dunia pertanian,” kata Zainal Faiz yang selain menjual bibit buah-buahan seperti durian dan kelengkeng juga tengah mengebunkan buah ara atau pohon tin di daerah Ketep Magelang. (Apw)
MAGELANG (KRjogja.com) – Setidaknya 80 petani buah tin dari Yogyakarta dan Jawa Tengah berkumpul di Kebonkliwon, Kebonrejo, Salaman Kabupaten Magelang. Selain melakukan syawalan mereka membahas tentang prospek buah tin atau buah ara di masa mendatang.
Acara syawalan diisi dengan testimoni perwakilan petani buah tin. Acara utama diisi praktik perbanyakan buah tin dengan cara okulasi dan sambung pucuk yang diisi oleh Asep Sofiandi (30) salah seorang petani buah tin dari Kebonkliwon.
“Sekitar 5 tahun yang lalu saya mengira buah tin hanya akan menjadi trend sesaat, namun seiring berjalannya waktu ternyata dari sisi ekonomi banyak potensi buah tin yang belum tergarap, ” kata Muh Khoirul Soleh petani bibit buah-buahan di Kebonkliwon, Salaman Magelang saat menceritakan pengalamannya, Minggu (24/07/2016).
Melihat potensi yang masih sangat luas, Muh Khoirul Soleh atau yang akrab dipanggil Irul ini membuat komunitas petani buah tin di Kebunkliwon yang dinamakan Kebunkliwon Figs.
Syawalan itu sendiri dihadiri petani buah tin dari berbagai daerah seperti Yogyakarta, Semarang, Solo, Demak, Cirebon dan lainnya. Agus Hidayat Prayudha (56) dari Cirebon mengatakan, ia berharap ke depan harga bibit buah tin semakin terjangkau. Hal ini agar semakin banyak masyarakat yang mengenal dan menanam pohon yang memiliki banyak manfaat kesehatan.
Acara diakhiri dengan lelang berbagai bibit tin seperti Panache, Negrone, Blue Giant dan dipuncaki lelang jenis Martinenca Rimada. (Apw)
SM/ MH Habib Shaleh – TUMBUH BESAR : Muh Khoirul Soleh memperlihatkan buah Mamey Sapote yang mulai tumbuh besar di halaman rumahnya.
Persaingan berat dalam bisnis pembibitan dan penjualan tanaman buah tak membuat Muh Khoirul Soleh gentar. Kondisi ini justru membuat Irul, panggilan Khoirul, berinovasi dengan mengembangkan pembibitan tanaman langka.
IRUL mengembangkan tanaman- tanaman buah langka dari luar negeri, misalnya mamey sapote, sawo raksasa asal Meksiko. Buah mamey sapote berukuran besar, sekitar 1-2 kg, berkulit kasar cokelat, berbentuk bulat panjang, dan saat dibelah daging berwarna merah.
Buah ini memiliki rasa manis dan berair sehingga disukai. Karena langka, buah ini diburu orang sehingga harganya pun relatif mahal. Ada banyak jenis mamey sapote, di antaranya keywest, magana, esp, pace, akil, havana, dan lorito.
Bersama Gubernur AKMIL
Mamey sapote ditanam Irul di sekitar pekarangan rumah. Bibit yang ia jual merupakan hasil cangkok mamey sapotedi pekarangan tersebut. Lelaki bertubuh tinggi kurus ini juga mengembangkan puluhan jenis tanaman lain, sebut saja zaitun, juwet, black sapote, jaboticaba, plum australia, pir dataran rendah, tin ficus carica, dan lainnya.
Menurut Irul, buah tin banyak juga penggemarnya. Hal ini karena buah asal Asia Barat itu memiliki banyak manfaat seperti menyembuhkan hipertensi, menurunkan kolesterol, mencegah kanker, obat sakit tenggorokan, obat jerawat, membuat badan segar, peluruh batu ginjal, memperlancar ASI, dan lainnya.
”Saya punya banyak jenis buah tin seperti green jordan, blue giant, red israel, panace, dan alma canada. Kami memang menjual tanaman langka yang tidak ada di tempat lain namun dicari orang,” kata alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Magelang tersebut.
Ide ini diawali banyaknya pelaku bisnis pembibitan tanaman di wilayah Kecamatan Salaman. Ya wilayah Salaman, Kabupaten Magelang selama ini memang terkenal sebagai sentra penjualan bibit tanaman buah dan tanaman keras.
Mulai bibit jati mas, sengon laut, jabon, kelengkeng, rambutan, mangga, sawo, durian, dan aneka buah tanaman lain, tersedia di Kecamatan Salaman. Masyarakat yang tinggal di desadesa di sepanjang pinggir jalan Magelang-Purworejo banyak menjajakan tanaman di pekarangan rumah mereka. Banyak juga pelaku bisnis skala besar di kawasan tersebut.
”Jika saya membuat dan menjual bibit tanaman seperti mereka tentu saya akan kalah bersaing. Saya memilih berinovasi dengan membuat tambulampot dan mengembangkan pembibitan tanaman langka,” kata Irul, warga Dusun Kebonliwon, Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman. Lokasi kampung Kebonkliwon cukup jauh dari jalan raya.
Untuk mencapai Kebonkliwon, harus melewati jalan kampung sekitar 2 km dengan kondisi jalan aspal berkelok-kelok. Lelaki kelahiran Magelang 5 Januari 1975 tersebut mengawali karir sebagai pelaku bisnis multi level marketing (MLM), kemudian menjadi sales sepeda motor, asuransi, trading dan akhirnya fokus mengembangkan pembibitan tanaman langka.
Ia mengaku mampu mereguk ratusan juta rupiah dari penjualan aneka bibit tanaman. Disebutkan, pasar tanaman langka tidak terlalu besar mengingat harganya yang relatif mahal. Namun setiap bulan ia mampu mengirimkan tanaman langka ke berbagai daerah di Indonesia. Penghasilan terbesar Irul diperoleh dari penjualan tanaman buah dan tanaman keras. ”Bulan ini saya kirim 800 bibit durian musang king ke Batam, 70 bibit ke Manado, seribu bibit ke Karawang, dan 1.500 ke Palembang.
Sekarang saya sedang membidik pasar di Bima dan Makassar,” kata dia. Keberhasilan ini tidak terlepas dari kemampuan Irul untuk belajar dari pengalaman hidup yang sulit. Ia pun belajar untuk selalu bekerja keras, tak mudah menyerah, selalu berinovasi dan mencari pembeda dibanding pelaku bisnis pembibitan tanaman yang lain.
Jika awalnya Irul menjual bibit tanaman langka seorang diri, kini ada ratusan pelaku pembibitan dan penjualan bibit tanaman di Kebonkliwon. Mereka semua menjajakan bibit melalui toko online.
Untuk mewadahi ratusan petani dan pedagang online bibit tanaman tersebut, Irul membentuk paguyuban Komunitas Bibit Buah Kebonkliwon. Komunitas ini menjadi wadah silaturahmi, edukasi dan pengembangan usaha pembibitan tanaman. ”Karena pelaku semakin banyak, mereka bersaing harga. Namun dengan adanya komunitas, masalah dan perselisihan bisa kami cegah dan kami salurkan menjadi keunggulan Kebonkliwon. Komunitas ini menjadi wadah belajar sesama anggota dan masyarakat,” kata dia.
”Dulu saya modal usaha dengan pinjam bank, namun ludes karena bibit tanaman mati terkena abu vulkanik Gunung Merapi 2010. Saya tidak menyerah dan terus berupaya keras. Saya selalu berupaya menambah koleksi bibit dan mengembangkan tanaman baru yang belum ada di Indonesia.” (MH Habib Shaleh-39)
Agrobisnis mulai disenangi petani, terutama petani muda. Tak sedikit yang terjun ke usaha ini. Mereka mulai merambah dengan memasarkan memanfaatkan media dalam jaringan (online). Kendati begitu, tapi tak sedikit pula yang menemui masalah yang bisa memicu putus asa.
Bersama Bu Atiqoh Istri Bpk Gubernur Ganjar Pranowo
Petani muda bernama Muh Khoirul Soleh adalah salah seorang yang pernah tak tenang hidupnya karena ikut trading forex. Pernah mengalami kerugian besar saat 10.000 bibit tanaman tak dibayar oleh pemesannya.
Kesuksesannya dimulai saat mulai mengakrabi dunia maya untuk menjual bibit tanaman. Soal bibit tanaman buah, nama Muh Khoirul Soleh (41) atau akrab dipanggil Irul bukanlah nama yang asing di wilayah Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.
Ia dikenal juga sebagai kolektor bibit buah langka dan unggul. Sakin banyaknya ia sendiri sampai lupa jumlahnya. Petani bibit buah-buahan yang tinggal di Dusun Kebonkliwon, Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman ini dikenal sebagai petani yang tak pelit berbagi ilmu. Ia mendorong petani-petani muda untuk akrab dengan teknologi informasi khususnya dalam hal pemasaran bibit buah-buahan.
“Tahun 2010, saya mulai menjual bibit buah-buahan secara online, awalnya tidak ada yang laku, tapi terus didorong oleh salah seorang teman dari Semarang saat itu,” kata Irul seperti dilansir KRjogja.com di sela acara syawalan Petani Buah Ting Jateng-DIY, Minggu (24/07/2016).
Tak menunggu lama, ia yang semula berjualan dengan cara konvensional mulai memetik hasilnya. Pesanan bibit buah-buah mulai berdatangan apakah melalui facebook, twitter, dan blog yang ia buat. Keputusannya fokus pada jual beli bibit tanaman khususnya buah sendiri diawali pemikiran sederhana.
“Saya ingin tinggal di rumah, bisa melihat anak istri,” katanya. Awalnya ia ikut Multi Level Marketing Irul merasa hidupnya habis dijalan. Ia sendiri mengambil hikmah dari kegagalannya di MLM, mulai dari belajar marketing, mendidik mentalnya menjadi kuat, berani mangambil keputusan dan pantang menyerah.
Ia kemudian beralih ke trading forex, namun aktivitas barunya itu membuat ia selalu tegang. Setelah meninggalkan semua bisnisnya tersebut Irul memilih berjualan bibit. Kebonrejo sejak dirinya kecil memang dikenal sebagai penyedia bibit tanaman terutama buah-buahan.
Petani bibit awalnya menanam bibit langsung ditanah. Baru setelah laku, bibit tersebut dipindah ke pot. Adanya polybag mengubah kebiasaan petani dengan langsung menanamnya disitu. Diajari Pembeli Irul menceritakan salah satu pembeli pertamanya setelah memasarkan melalui media online datang dari Medan.
Ia belum punya pengalaman mengirim bibit ke luar kota apalagi luar pulau. Pelanggan itulah yang kemudian mengajari dia untuk menggunakan jasa kirim.
“Tapi ternyata packing saya salah, saya belajar lagi bagaimana packing yang baik untuk keluar pulau. Banyaknya pesananan membuat saya kewalahan sehingga sekarang packing saya serahkan ke tetangga disini,” kata Irul ayah dari dua putra ini.
Pengalaman jual beli bibit secara online bukannya tanpa kendala. Ia pernah mengirimkan 10.000 bibit tanaman ke sebuah daerah, karena percaya, Irul saat itu langsung mengirimkan bibit pesanan. Nyatanya ia cuma dibayar ongkos transportasi.
“Saya ambil hikmahnya, saat saya datang ke rumah pembeli untuk menagih, justru saya iba, karena rumahnya masih gedhek, berlantai tanah. Saya tidak jadi menagih, malah saya sangoni anaknya. Tapi setelah kejadian itu saya dapat gantinya karena mendapat pesanan yang tidak kalah banyaknya,” katanya.
Kemudahan yang diberikan dalam berbisnis secara online mendorong Irul untuk mengajak petani-petani bibit di wilayah Kebonrejo. Namun ajakan mengakrabi teknologi informasi itu ditanggapi dingin.
Mereka lebih memilih cara konvensional menunggu pembeli datang. Ia kemudian mendekati anak-anak muda di kampungnya untuk menjual secara online. Ia jelaskan modalnya cuma handphone dan internet.
Namun tanggapan tidak jauh berbeda juga didapatnya. Pelan-pelan ajakannya tersebut ditanggapi anak muda di kampungnya setelah ditunjukan hasilnya.
“Sekarang justru sulit untuk cari anak muda yang mau untuk membuat bibit di sawah, mereka rata-rata lebih suka memasarkan saja melalui online,” ujarnya tertawa.
Bagaimana tidak menguntungkan, sekali posting di facebook misalnya, bila laku satu saja, jumlah keuntungannya 3 kali lebih besar dibanding upah sehari menjadi buruh tani.
Dengan brand bibit buah-buahan unggul, Irul saat ini setidaknya melibatkan 15 orang tenaga kerja, mulai dari petani, packing. Jumlah tersebut belum termasuk mitranya yang memasarkan bibit buah darinya yang ada di berbagai kota.
Kepada petani-petani muda lain, ia juga mengajarkan etika dalam berbisnis di media online. Bagaimanapun berbisnis melalui media online adalah kepercayaan. Jangan sampai pelanggan merasa kecewa.
Irul mengatakan kebahagiaan terbesar dari menekuni pertanian khususnya bibit buah-buahan bukanlah materi yang ia dapat. Namun bagaimana semakin banyak anak muda yang tertarik di pertanian, meski itu dari sisi pemasarannya.
Ia melihat di kampungnya anak muda tidak lagi nongkrong tanpa pekerjaan. Kalaupun mereka nongkrong karena sedang menjual bibit buah melalui handphonenya.
Lebih dari itu ia seperti mendapatkan keluarga-keluarga baru. Zainal Faiz (29) pemilik usaha Pembibitan Pangestu Tani mengakui, sosok Irul menjadi motivator bagi anak-anak muda di Kebonrejo dan Kebonkliwon khususnya. Ia melihat, Irul tidak lelah untuk mendorong anak-anak muda untuk belajar memasarkan produk pertanian melalui online.
“Saya sendiri awalnya adalah seorang guru honorer yang sudah bekerja 8 tahun atau sejak masih kuliah. Sekarang saya sudah bisa memproduksi ribuan bibit buah-buahan. Kesuksesan mas Irul mendorong anak muda untuk terjun di dunia pertanian,” kata Zainal Faiz yang selain menjual bibit buah-buahan seperti durian dan kelengkeng juga tengah mengebunkan buah ara atau pohon tin di daerah Ketep Magelang. (kkc)
Sumber: okezone.com
Irul kebonkliwon adalah panggilannya nama lengkap Muh Khoirul Soleh yang berasal dari Kebonkliwon sebagai praktisi pertanian tanaman buah sepesialis di durian